UMK News - Dunia pendidikan tengah menghadapi gelombang perubahan yang begitu cepat. Teknologi digital berkembang pesat, kebutuhan keterampilan abad ke-21 terus bergeser, dan tantangan sosial kian kompleks. Teknologi telah menjadi katalis utama yang mendorong perubahan yang akseleratif. Begitu juga dalam konteks Pendidikan, teknologi memiliki peran dominan mulai dari menentukan konsep pembelajaran sampai luaran pembelajaran.

Dalam arus perubahan ini, guru harus tetap menjadi aktor utama dalam pendidikan. Namun, menjadi guru hari ini tak cukup hanya berbekal pengetahuan dan pengalaman. Diperlukan sebuah fondasi baru yaitu growth mindset atau pola pikir bertumbuh.

Istilah growth mindset pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dari Stanford University, Carol S. Dweck. Ia menjelaskan bahwa individu dengan growth mindset percaya bahwa kemampuan dan kecerdasan bisa dikembangkan melalui usaha, strategi yang tepat, dan dukungan lingkungan. GM telah menjadi alternatif strategis sebagai sebuah prinsip diri.

Seorang guru dengan prinsip growth mindset akan senantiasa mencari alasan untuk bertumbuh, bertahan, beradaptasi, dan mengendalikan diri. Sebaliknya, individu dengan fixed mindset meyakini bahwa kemampuan bersifat tetap dan tidak bisa banyak berubah.

Pribadi dengan prinsip fixed mindset akan menyimpulkan bahwa hari ini adalah kesimpulan, kesuksesan ada pada kesempurnaan atau perfectionist, kesuksesan hanya dimiliki oleh mereka yang punya latar belakang keluarga dan lingkungan yang hebat, dan segala hal dianggap sebagai sebuah kondisi yang tidak dapat diubah.

Begitu juga dengan Guru yang bermental fixed mindset adalah mereka yang merasa bahwa pengalaman mengajar puluhan tahun, relasi yang luas di organisasi, dan pengetahuan yang sudah dilampaui merupakan symbol keberhasilannya.

Mereka mengabaikan perubahan, menolak generasi muda yang menawarkan strategi pengajaran baru, dan terus meyakini bahwa cara lama yang sukses akan tetap bisa digunakan untuk hari ini. Sehingga bagi guru, memiliki growth mindset bukan sekadar pelengkap. Ia adalah inti dari transformasi diri dan profesi di tengah tantangan zaman.

Guru sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat

Menjadi guru bukan berarti berhenti belajar. Seorang guru dengan growth mindset meyakini bahwa setiap tantangan dalam dunia pendidikan adalah peluang untuk berkembang.

Ketika menghadapi siswa dengan karakter yang beragam, atau ketika dihadapkan pada tuntutan menguasai teknologi baru, guru yang berpola pikir bertumbuh akan mencari cara, belajar, dan beradaptasi. Misalnya, ketika siswa tampak kesulitan memahami materi, guru dengan growth mindset tidak langsung menyimpulkan bahwa siswa “tidak mampu”. Ia akan mengevaluasi metode mengajar, mencari pendekatan yang lebih sesuai, dan terus mencoba hingga menemukan cara yang efektif.

Guru seperti ini percaya bahwa kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses. Fenomena yang ditemukan di kelas adalah asset bagi guru untuk melahirkan inspirasi tentang bagaimana melakukan treatment kepada anak, menciptakan media pembelajaran yang interaktif dan atraktif, menempatkan peserta didik sebagai mitra belajar dan menjadikan peserta didik sebagai individu masa depan yang memiliki potensi luar biasa untuk maju.

Dalam jangka panjang, guru dengan growth mindset akan menjadi pribadi yang reflektif-yang tak pernah puas dengan pencapaian saat ini, tetapi senantiasa membuka ruang untuk belajar hal baru. Guru yang memiliki prinsip growth mindset senantiasa melihat sisi positif terhadap segala peristiwa di kelas maupun di sekolah secara keseluruhan.

Guru berhaluan growth mindset senantiasa juga mengedepankan peluang dan kesempatan yang bisa didapat ketika mendapati berbagai masalah, bukan dominan mengedepankan ancaman dan ketakutan. Maka, ketika Guru menempatkan dirinya seperti halnya karakter pemelajar-yang selalu haus dengan ilmu dan pengalaman-tentu akan melihat proses pengajaran sama halnya dengan pembelajaran dalam istilah lain.

Guru dengan prinsip gowth mindset tidak terkendala dengan honor maupun reward dari luar dalam mengembangkan kompetensi dan skil dirinya. Karena keduanya adalah asset utama yang harus terus ditingkatkan kualitasnya melalui pengalaman dalam pengajaran dan pembelajaran.

Menumbuhkan Budaya Belajar di Sekolah

Pengaruh growth mindset tidak berhenti pada individu. Ia menyebar, menular, dan menumbuhkan ekosistem belajar yang sehat di lingkungan sekolah. Di sekolah yang para gurunya berpola pikir bertumbuh, kolaborasi menjadi budaya.

Guru-guru saling berbagi praktik, berdiskusi secara terbuka, dan mendukung satu sama lain dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Kesalahan tidak dianggap sebagai aib, melainkan sebagai pelajaran. Umpan balik bukan bentuk kritik semata, melainkan bahan bakar untuk bertumbuh. Sekolah seperti ini akan menjadi tempat yang aman untuk belajar, baik bagi siswa maupun bagi guru.

Growth mindset juga memperkuat profesionalisme guru. Pelatihan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan kebutuhan. Refleksi tidak lagi menjadi formalitas akhir tahun, tetapi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Guru menyadari bahwa menjadi pendidik sejati berarti terus belajar dan mengembangkan diri.

Sikap Terbuka terhadap Perubahan

Teknologi pendidikan, kurikulum merdeka, deep learning, problem based learning, dan project based learning adalah sebagian contoh dari perubahan besar dalam dunia pendidikan kita. Perubahan ini, meski membawa potensi kemajuan, juga dapat menimbulkan kegamangan, terutama jika tidak diiringi kesiapan mental.

Perubahan kebijakan tersebut akan menjadi pengganggu dalam diri guru jika tidak diimbangi dengan sikap terbuka. Perubahan itu merupakan keniscayaan dalam hidup, itulah sikap yang harus terus disadari oleh kita. Sehingga tidak mungkin hidup tanpa perubahan.

Guru dengan growth mindset akan menyikapi perubahan dengan positif. Mereka tidak alergi terhadap hal baru, dan tidak merasa terancam oleh perkembangan zaman. Mereka akan mempelajari teknologi, memahami karakter generasi digital, dan mencari cara agar pembelajaran tetap relevan dan bermakna.

Lebih dari itu, pola pikir bertumbuh juga membantu guru menghadapi tekanan. Di tengah beban administrasi, ekspektasi publik, dan tuntutan capaian, guru tetap mampu menjaga semangat karena mereka melihat segala rintangan sebagai bagian dari perjalanan belajar mereka sendiri.

Relasi Guru dan Siswa yang Lebih Manusiawi

Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pendamping tumbuh kembang siswa. Dalam konteks ini, growth mindset menjadi alat penting untuk membangun relasi yang sehat dan konstruktif.

Guru yang berpola pikir bertumbuh tidak akan melabeli siswa dengan istilah seperti “anak bodoh” atau “tidak berbakat”. Sebaliknya, ia akan melihat potensi pada setiap siswa. Ia akan menghargai proses, bukan semata-mata hasil akhir. Ia akan memberi pujian atas usaha dan ketekunan, bukan hanya prestasi akademik.

Kelas yang dikelola dengan semangat growth mindset akan menjadi ruang aman.

Siswa merasa diperhatikan, didorong untuk mencoba, dan tidak takut gagal. Di ruang seperti inilah, pembelajaran sejati bisa terjadi. Pembelajaran yang menyenangkan tidak sekedar terjadi karena peserta didik senang dengan permainan yang diciptakan oleh guru nya, tidak sekedar bersenda gurau pada saat momen rehat, tetapi kelas yang menyenangkan adalah dampak nyata kenyamanan peserta didik karena dibersamai oleh guru dengan semangat growth mindset dengan terus membersamai tumbuh kembang potensi peserta didik.

Karena eksistensi guru selalu hadir dimanapun peserta didik berada, tidak hanya pada saat pertemuan di sekolah, namun guru dengan growth mindset akan mampu menciptakan pertemuan pertama begitu bersemangat dan memotivasi, melakukan proses pembelajaran dengan menyenangkan, dan melakukan refleksi pembelajaran dengan penuh impression.

Penutup: Saatnya Bertumbuh Bersama

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Growth mindset mendukung ketiga aspek ini. Guru yang berpola pikir bertumbuh lebih terbuka terhadap keberagaman. Mereka akan berusaha menyesuaikan pendekatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa, termasuk mereka yang memiliki hambatan belajar, latar belakang ekonomi yang sulit, atau kondisi sosial yang menantang.

Selain itu, guru dengan growth mindset tidak berjalan sendiri. Mereka aktif membangun jejaring, bergabung dalam komunitas belajar, dan terlibat dalam pengembangan kurikulum. Mereka tidak sekadar mengajar, tetapi menjadi agen perubahan di komunitasnya.

Menumbuhkan growth mindset di kalangan guru bukan pekerjaan instan. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak: kepala sekolah yang membuka ruang refleksi, dinas pendidikan yang memfasilitasi pelatihan yang bermakna, serta masyarakat yang menghargai proses kerja guru, bukan hanya hasil akhir. Namun, semua itu dimulai dari satu hal: kesadaran pribadi untuk bertumbuh.

Dalam setiap guru ada potensi besar untuk menjadi lebih baik-lebih tangguh, lebih adaptif, dan lebih inspiratif. Dengan growth mindset, guru tidak hanya akan bertahan di tengah perubahan, tetapi juga akan menjadi motor penggerak perubahan itu sendiri.

Jika kita ingin masa depan pendidikan Indonesia menjadi lebih cerah, maka kita perlu mulai dari sini-dari pola pikir guru yang percaya bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. ***

Oleh: Dr. Nanan Abdul Manan, M.Pd. (Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Kuningan, Ketua ICMI ORDA Kuningan, Founder Mahaka Training Center)