
UMK News - Dari sebuah desa di kaki Gunung Ciremai, suara perubahan itu mengalun pelan namun pasti. Namanya Nuri Putri Laila—mahasiswi Universitas Muhammadiyah Kuningan yang kini terpilih sebagai Duta Pendidikan Jawa Barat 2025. Bukan karena keberuntungan, tapi karena kepedulian yang tumbuh dalam diam dan aksi nyata yang berakar pada pengalaman.
Berasal dari Desa Babakanmulya, Kecamatan Jalaksana, Nuri memahami betul bahwa pendidikan tidak selalu hadir dalam bentuk ideal. Banyak anak yang masih harus berjuang hanya untuk duduk di bangku sekolah. Ia ingin menjadi bagian dari solusi, bukan hanya pengamat dari jauh.
Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa di dua program studi sekaligus—Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Fisioterapi—Nuri membagi waktunya untuk organisasi, advokasi, dan juga pertukaran pelajar ke wilayah Indonesia Timur. Pengalaman di Sorong, Papua Barat, menjadi titik balik yang memperluas empatinya dan mengasah kepekaan terhadap ketimpangan pendidikan yang masih membentang di negeri ini.
“Kadang, yang paling dibutuhkan bukan teknologi canggih atau kurikulum hebat, tapi seseorang yang mau mendengarkan,” ungkap Nuri dengan suara tenang, dalam wawancara pada 7 Mei 2025.
Gelar Duta Pendidikan bagi Nuri bukan sekadar prestise. Ia memaknainya sebagai amanah. Sebuah kesempatan untuk menyuarakan mereka yang kerap tak terdengar—anak-anak di pelosok, guru-guru honorer yang tak lelah mengabdi, serta keluarga yang berjuang untuk tetap menyekolahkan anak-anaknya di tengah keterbatasan.
Nuri ingin hadir sebagai penghubung: antara ruang kelas dan ruang kebijakan, antara teori dan realitas lapangan. Ia percaya bahwa pendidikan harus dirasakan semua orang, bukan hanya mereka yang tinggal di kota besar atau punya akses tak terbatas.
Universitas Muhammadiyah Kuningan patut berbangga. Sosok seperti Nuri bukan hanya membanggakan dari segi capaian, tetapi juga mewakili semangat kampus dalam mencetak insan-insan yang berani, peduli, dan siap mengabdi untuk perubahan nyata.
Dari sudut kecil Jawa Barat, suara Nuri kini mengalir ke panggung yang lebih luas. Mengingatkan kita bahwa pendidikan sejati tak lahir dari ruang mewah, melainkan dari hati yang bersedia hadir dan memberi makna.